Menanam Iman di Bumi: Saat Menag Dinobatkan sebagai Bapak Ekoteologi Indonesia oleh UIN Malang

Malang | Serulingmedia.com – Di bawah teduhnya pepohonan kampus hijau Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, suasana terasa berbeda. Hari itu bukan sekadar seremoni akademik, tetapi momentum lahirnya semangat baru: iman yang berakar di bumi, tumbuh menjadi cinta terhadap alam.
Rektor UIN Malang, Prof. Dr. Ilfi Nur Diana, M.Si, dengan penuh penghormatan menobatkan Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar sebagai “Bapak Ekoteologi Indonesia”.
Penobatan itu bukan sekadar penghargaan, tetapi pengakuan atas gagasan besar sang Menteri yang telah menanamkan nilai iman dalam bentuk paling nyata: menjaga bumi sebagai ibadah.
Dari Teologi ke Ekoteologi
Dalam banyak kesempatan, Prof. Nasaruddin Umar berbicara tentang ekoteologi, konsep yang mengaitkan teologi dengan tanggung jawab ekologis. Ia menegaskan bahwa alam bukan sekadar sumber daya, tetapi ayat-ayat Tuhan yang hidup.
“Jika manusia membaca Al-Qur’an, ia juga harus belajar membaca pohon, sungai, udara, dan tanah—karena semua itu adalah tanda-tanda kebesaran-Nya,” ujar beliau dalam satu kuliah umum yang pernah menggugah banyak mahasiswa.
Konsep ini kini bukan hanya teori, tetapi sudah berwujud gerakan nasional. Kementerian Agama mewajibkan setiap calon ASN (CPPPK) menanam pohon sebelum pelantikan. Sebuah simbol sederhana namun penuh makna: bahwa menjadi aparatur bukan hanya soal jabatan, tetapi soal pengabdian spiritual terhadap bumi.
Ibadah yang Menyentuh Tanah
Gerakan menanam pohon menjadi napas baru bagi lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia. Di madrasah dan pesantren, anak-anak belajar bahwa merawat pohon adalah bagian dari ibadah.
Setiap lubang tanah yang digali bukan hanya untuk bibit, tetapi untuk harapan—bahwa generasi penerus Islam tumbuh dengan akhlak hijau, berjiwa khalifah, dan berhati penyayang terhadap ciptaan Tuhan.
Bagi Rektor UIN Malang, inilah bentuk iman yang paling konkret.
“Prof. Nasaruddin Umar telah memberi contoh bagaimana iman harus membumi. Beliau menanam teologi di tanah, bukan hanya di kepala. Itulah sebabnya kami menobatkan beliau sebagai Bapak Ekoteologi Indonesia,” ujar Prof. Ilfi Nur Diana penuh haru.
UIN Malang, yang dikenal sebagai kampus ulul albab, memang menjadikan keseimbangan antara ilmu, iman, dan amal sebagai napas pendidikan. Penobatan ini sejalan dengan semangat kampus untuk melahirkan insan beriman yang mencintai bumi sebagaimana mencintai Tuhannya.
Menumbuhkan Peradaban Hijau Berbasis Iman
Di tengah ancaman perubahan iklim dan krisis lingkungan global, gagasan ekoteologi menjadi oase spiritual. Ia mengingatkan bahwa bumi bukan milik manusia, tetapi titipan yang harus dijaga. Dalam konsep ini, menanam pohon berarti menanam amal jariyah, yang terus tumbuh meski manusia telah tiada.
“Kami ingin mahasiswa kami berpikir hijau, beramal hijau, dan berperilaku hijau. Gerakan ekoteologi ini bukan hanya gerakan lingkungan, tapi gerakan peradaban. Sebuah peradaban hijau yang lahir dari iman,” tambah Prof. Ilfi Nur Diana.
Dengan semangat kolaboratif lintas agama, Kementerian Agama menggandeng Kementerian Lingkungan Hidup, ormas keagamaan, dan lembaga pendidikan. Sebab menjaga bumi adalah misi kemanusiaan yang tak mengenal batas iman.
Menanam Harapan, Memanen Berkah
Penobatan ini menegaskan bahwa iman sejati bukan hanya yang terucap dalam doa, tapi juga yang tumbuh dalam tanah. Setiap pohon yang ditanam adalah doa yang berdaun, zikir yang berakar, dan pengabdian yang berbuah.
Ekoteologi bukan hanya wacana kampus atau kebijakan kementerian, melainkan panggilan nurani—bahwa mencintai Tuhan harus disertai mencintai bumi-Nya.
Dan dari kampus UIN Malang inilah, pesan itu bergaung: menanam satu pohon sama dengan menanam satu harapan untuk masa depan umat dan semesta. Ketika banyak orang sibuk membangun gedung, Menag RI mengajak bangsa ini membangun kesadaran ekologis berbasis iman.
Dan ketika banyak orang bicara tentang perubahan dunia, UIN Malang menunjukkan bahwa perubahan sejati bisa dimulai dari satu langkah kecil — menanam pohon dengan hati yang bersyukur. ( Eno )