Kontroversi Pemberian Alat Kontrasepsi kepada Pelajar: Pandangan Kritis Dr. Nurbani Yusuf

Batu | Serulingmedia.com – Dr. Nurbani Yusuf, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batu sekaligus Ketua Majelis Tabligh Dakwah Komunitas Muhammadiyah Daerah Kota Batu, menyuarakan penolakannya terhadap pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar.
Penolakan ini dipicu oleh diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menurut Nurbani, pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar adalah langkah yang tidak tepat dan justru dapat menimbulkan dampak negatif.
Nurbani menyatakan bahwa pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, kebijakan ini mungkin dimaksudkan untuk melindungi kesehatan pelajar dari berbagai penyakit yang dapat timbul akibat hubungan seksual yang tidak aman. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga bisa dianggap sebagai legalisasi atau bahkan dorongan terhadap praktik hubungan seksual di kalangan pelajar.
Nurbani menegaskan, kebijakan ini tidak hanya tidak layak dan tidak etis, tetapi juga bertentangan dengan sila pertama Pancasila, yang menekankan pentingnya ketuhanan dalam kehidupan berbangsa.
Pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai agama, terutama karena pelajar belum dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang hubungan seksual dan dampak-dampaknya.
Nurbani menyoroti bahaya potensial dari kebijakan ini yang bisa membuka ruang bagi gaya hidup bebas tanpa norma dan adab di kalangan remaja.
Pertanyaan besar yang diangkatnya adalah apakah semua pelajar memang membutuhkan alat kontrasepsi?
Berapa banyak pelajar yang sebenarnya terlibat dalam hubungan seksual sehingga kebijakan ini harus diterapkan secara menyeluruh?
Nurbani melihat adanya kekeliruan logika dalam kebijakan ini, yang menurutnya justru menggeneralisasi seluruh pelajar dan memberikan alat kontrasepsi, padahal seharusnya perhatian lebih diberikan kepada mereka yang memang rentan atau sudah terlibat dalam perilaku menyimpang.
Sebagai solusi, Nurbani mengusulkan pendekatan yang lebih bijak, yakni dengan memberikan edukasi kepada pelajar tentang bahaya hubungan seksual bebas.
Edukasi ini, menurutnya, merupakan cara terbaik untuk melindungi pelajar dari risiko-risiko kesehatan yang diakibatkan oleh hubungan seksual bebas. Nurbani juga menekankan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi dan membimbing anak-anak mereka, serta meningkatkan kualitas hubungan dalam keluarga.
Dalam konteks ini, penolakan Dr. Nurbani Yusuf terhadap kebijakan pemberian alat kontrasepsi kepada pelajar bukan hanya didasarkan pada pertimbangan agama dan moral, tetapi juga pada pandangan bahwa edukasi dan pendekatan yang lebih selektif serta berbasis pembinaan lebih efektif dalam menjaga kesehatan dan moral generasi muda.( Eno ).